Pola Asuh Tentukan Masa Depan Psikologis Anak Usia Dini: Para Ahli Tekankan Pentingnya

Peran Orang Tua

Peran orang tua dalam membentuk pribadi anak usia dini kembali menjadi sorotan para ahli psikologi perkembangan. Beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa pola asuh bukan hanya menentukan karakter anak saat ini, tetapi juga memengaruhi kesehatan mental dan perilaku mereka di masa mendatang.

Menurut Psikolog Anak dan Keluarga, Dr. Dwi Kartika, fase usia dini (0–6 tahun) merupakan masa emas perkembangan anak, di mana otak dan kepribadian anak berkembang sangat pesat. “Apa yang anak lihat dan rasakan dari orang tua pada usia ini membentuk ‘pola dasar’ perilaku dan emosi mereka,” terang Dr. Dwi dalam sebuah seminar pendidikan anak usia dini di Jakarta, Selasa (5/11).

Dwi menjelaskan bahwa pola asuh otoriter, permisif, atau penuh tekanan dapat memicu stres, kecemasan, hingga perilaku agresif pada anak. Misalnya, anak yang sering dimarahi atau dibandingkan dengan orang lain cenderung merasa rendah diri dan takut mencoba hal baru. “Ada anak yang jadi pendiam, tapi ada pula yang menunjukkan perilaku memberontak, itu semua bentuk ekspresi psikologis dari pola asuh yang tidak sehat,” tambahnya.

Di sisi lain, pola asuh demokratis—yang memberikan batasan jelas namun tetap mengedepankan komunikasi dan empati—dinilai sebagai salah satu pendekatan terbaik dalam pengembangan psikologis anak. Anak yang dibesarkan dengan pola ini cenderung lebih percaya diri, mandiri, dan memiliki kemampuan sosial yang baik.

Banyak kasus menunjukkan dampak negatif dari pengasuhan yang tidak tepat. Salah satunya dialami oleh Rina (bukan nama sebenarnya), seorang ibu dua anak yang menyesali kebiasaannya menerapkan disiplin keras pada anak pertamanya. “Saya pikir dulu kalau anak salah harus langsung dihukum keras biar kapok. Tapi sekarang dia lebih suka mengurung diri di kamar, sulit sekali untuk terbuka. Saya baru sadar dia sebenarnya takut sama saya,” ucap Rina dalam sebuah wawancara.

Pakar pendidikan anak usia dini, Siti Fauziah, juga menyoroti dampak penggunaan teknologi pada pola asuh masa kini. Menurutnya, banyak orang tua yang tanpa sadar menggantikan perhatian dengan memberikan gawai pada anak. “Ada anak yang menangis, dan langsung diberi ponsel agar diam. Padahal itu bukan solusi. Ini membuat anak kehilangan kesempatan belajar mengendalikan emosi, karena segala sesuatu dijawab dengan distraksi digital,” ujar Siti.

Siti mengingatkan bahwa kebutuhan psikologis anak bukan hanya makanan dan pendidikan formal, tetapi juga kasih sayang, rasa diterima, serta waktu berkualitas bersama keluarga. “Sentuhan hangat, pelukan, dan komunikasi dua arah yang tulus itu penting untuk membuat anak merasa aman dan dicintai,” imbuhnya.

Para ahli sepakat bahwa orang tua harus mulai lebih sadar dan aktif belajar mengenai pengasuhan yang tepat, termasuk memahami emosi anak dan menghindari kekerasan verbal maupun fisik. “Orang tua tidak harus sempurna, tapi perlu terus belajar. Karena anak bukan hanya tubuh yang tumbuh, tapi jiwa yang berkembang,” tutup Dr. Dwi.

Berbagai lembaga pendidikan anak juga menyerukan pentingnya parenting class dan konseling keluarga untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang cara mendidik anak yang sehat secara mental dan emosional. Dengan pengasuhan yang tepat, generasi masa depan diharapkan tumbuh bukan hanya cerdas, tetapi juga berperilaku baik, dan siap menghadapi tantangan dunia yang terus berubah.

Oleh: Yesica Renata Serani - Mahasiswa Semester 3 - Program Studi Pendidikan Guru Anak Usia Dini,

Universitas Muhammadiyah kuningan