MENGKRITIS TINDAK KEKERASAN TERHADAP ANAK USIA DINI 


 “Data yang dilansir oleh salah satu Televisi Swasta beberapa waktu yang lalu menyebutkan bahwa tindak kekerasan terhadap anak din Indonesia; yang pada tahun 1991 hanya berjumlah 300 kasus melonjak tajam pada tahun 2006 hingga mencapai angka 70.000 kasus, fakta ini sungguh menyesakkan dada dan satu kata yang refresentif kondisi ini yaitu...ironis”


Mengapa ironis? Karena fakta di atas mengisyaratkan betapa masyarakat bangsa ini khususnya orang dewasa begitu mudah melakukan tindakan kekerasan terhadap anak-anak. Lantas apakah kekerasan terhadap anak (child abuse) itu? Kata abuse dapat dimaknai sebagai kekerasan, penganiayaan, penyiksaan dan perlakuan yang salah. Secara lebih spesifik child abuse didefinisikan sebagai perbuatan di sengaja yang menimbulkan kerugian dan juga bahaya bagi anak-anak baik secara fisik maupun emosional.


Badan perlindungan anak dunia yang berada di bawah naungan World Health Organization (WHO) mengemukakan beberapa jenis tindak kekerasan pada anak : (1) kekerasan fisik, yaitu tindakan yang menyebabkan rasa sakit yang dirasakan oleh orang lain, dapat terjadi sekali atau berulang kali. Kekerasan fisik dapat berupa : dipukul, ditempeleng, ditendang, dijewer, dicubit, dilempar dengan benda keras dan dijemur di bawah terik   matahari; (2) kekerasan seksual, yaitu keterlibatan anak dalam kegiatan seksual yang tidak dipahaminya. Kekerasan seksual dapat berupa : perlakuan tidak senonoh dari orang dewasa, kegiatan yang menjurus pada pornografi, perkataan porno dan tindakan pelecehan organ seksual anak, perbuatan cabul dan persetubuhan pada anak, dan tindakan yang memaksa anak terlibat kegiatan seksual yang melanggar hukum; (3) tindakan pengabaian dan penelantaran , yaitu ketidak pedulian   orang tua atau orang yang bertanggung jawab atas anak pada kebutuhan mereka seperti : pengabaian dan penelantaran pada kesehatan, pendidikan, pengembangan emosi (terlalu dikekang), pemenuhan gizi, penyediaan tempat tinggal dan keamanan serta kenyamanan anak; (4) kekerasan emosional yaitu segala sesuatu yang dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan emosional anak. Kekerasan ini dapat berupa: kata-kata yang mengancam, menakut nakuti, berkata kasar, mengolok olok, perlakuan diskriminatif dan membatasi kegiatan sosial serta kreasi anak pada teman dan lingkungannya; (5) kekerasan ekonomi, yaitu penggunaan tenaga anak untuk bekerja dan kegiatan lainnya demi keuntungan orang tuanya atau orang lain seperti: menyuruh bekerja secara berlebihan, menjerumuskan pada dunia prostitusi untuk kepentingan ekonomi. 


Bagi anak tentunya tindakan kekerasan yang mereka alami mengakibatkan berbagai dampak negatif sebagai berikut : (1) dampak jangka pendek, yaitu dampak yang muncul ketika anak mengalami kekerasan. Hal ini dapat berupa: munculnya rasa takut yang berlebihan, menarik diri dari kehidupan sosial, bila kekerasan berupa kekerasan emosional, maka akan muncul rasa ketidaknyamanan (merasa tertekan batin), stress bahkan frustasi dan bila kekerasan berupa fisik, maka anak akan merasa kesakitan; (2) dampak jangka panjang, yaitu kondisi yang muncul dalam jangka waktu yang cukup lama setelah kejadian kekerasan atau bahkan dapat melekat selama hidunya. Dampak jangka panjang ini dapat berupa: trauma terhadap hal-hal yang dirasakan berhubungan dengan kekerasan yang pernah dialaminya, perasaan curiga yang berlebihan (paranoid) pada orang-orang disekitarnya, antisosial, hilangnya kepercayaan diri, stres berat sampai dengan defresi, dan kecacatan fisik permanen, bila kekerasan dilakukan secara berlebihan. 


Pada akhirnya, kearifan dan kebajikan dalam memahami perkembangan anak yang terpatri pada hati orang dewasa lah yang akan menjadi kunci dalam menghindari tindak kekerasan pada anak, sebagaimana kita di ingatkan dengan lantunan bait-bait syair Khalil Gibran tentang anak: : “Engkau boleh menyerupai dirinya, tapi jangan paksa ia menyerupai dirimu, engkau boleh memberikan rumah bagi raganya, tapi jangan memberikan untuk jiwanya, dialah sang anak panah dan kita busurnya, biarkan sang anak panah melesat sesuai rencana Sang Pemanah Yang Maha Tahu (Tuhan)” 


(Dimuat pada Harian Umum Pikiran Rakyat, Sabtu 14 April 2007)


Oleh:   Fauziyyah Mahmudah    -  Semester 3           -  Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini   -  Universitas Muhammadiyah Kuningan